GARUT - Eksplorasi kawasan pegunungan vulkanik Garut terasa tak ada habisnya. Setelah "mengencani" kawasan pegunungan timurnya, Okezone dan Javas Tours meluncur ke sisi selatan. Mencari dia, sang pujaan para pendaki, Gunung Papandayan.
Tak cukup sejenak untuk mengeksplorasi harta karun yang ada di gunung ini, kami pun mengambil satu kawasan kemping di kaki gunung yang dikelilingi pepohonan rindang. Kawasan ini telah diresmikan sejak 1991 oleh dinas pariwisata setempat.
“Gunung Papandayan memiliki beberapa spot menarik, seperti Tegal Alun yang merupakan padang edelweiss yang sangat luas. Kemudian ada Nangklak, bukit yang dihiasi pohon-pohon kering dan sangat cocok untuk spot fotografi. Dan, camping ground yang pas untuk kegiatan kemping,” cerita Aditya James Bhascoro, pemilik dan Tour Marketing Javas Tours.
Hari sudah petang, sang kabut pun menutup rembulan dan gelap gulita melingkupi kawasan ini. Si Ujang, Land Rover yang kami tumpangi, dan dua temannya pun telah beristirahat. Namun, kami tak rela untuk segera tidur, tak ingin membuang malam singkat bercengkerama di kaki Gunung Papandayan.
Kayu bakar pun disiapkan dan api dinyalakan. Nyalanya menggantikan bulan dan bintang yang tak menunjukkan sosoknya, hangatnya menyelimuti kami dari dinginnya udara gunung yang baru saja meletus 2002 ini.
Tak tidur lama, kami segera bangun pukul 04.00 WIB untuk segera mengejar golden moment di Puncak Welirang, menunggu terbitnya surya di sana. Jalan pasir bebatuan kami tapaki, cukup terjal untuk pendaki pemula. Udaranya pun cukup dingin, menyegarkan kami yang tak sempat mandi selama dua hari.
Perasaan putus asa muncul lantaran belum juga sampai ke Puncak Welirang, sedangkan langit sudah terang, kami tetap melanjutkan hiking. Betapa beruntungnya karena matahari tak bangun begitu cepat. Dari ketinggian 2.229 dpl Puncak Welirang, golden moment pun tertangkap oleh kamera kami.
“It’s really beautiful. Kami seperti berada di tempat ini sendirian. Di Prancis, tidak ada tempat seperti ini, kalaupun ada amat kecil,” kesan Caroline dan Ambruce, turis asal Prancis, ketika sedang menikmati pemandangan yang sama.
Tak cukup sejenak untuk mengeksplorasi harta karun yang ada di gunung ini, kami pun mengambil satu kawasan kemping di kaki gunung yang dikelilingi pepohonan rindang. Kawasan ini telah diresmikan sejak 1991 oleh dinas pariwisata setempat.
“Gunung Papandayan memiliki beberapa spot menarik, seperti Tegal Alun yang merupakan padang edelweiss yang sangat luas. Kemudian ada Nangklak, bukit yang dihiasi pohon-pohon kering dan sangat cocok untuk spot fotografi. Dan, camping ground yang pas untuk kegiatan kemping,” cerita Aditya James Bhascoro, pemilik dan Tour Marketing Javas Tours.
Hari sudah petang, sang kabut pun menutup rembulan dan gelap gulita melingkupi kawasan ini. Si Ujang, Land Rover yang kami tumpangi, dan dua temannya pun telah beristirahat. Namun, kami tak rela untuk segera tidur, tak ingin membuang malam singkat bercengkerama di kaki Gunung Papandayan.
Kayu bakar pun disiapkan dan api dinyalakan. Nyalanya menggantikan bulan dan bintang yang tak menunjukkan sosoknya, hangatnya menyelimuti kami dari dinginnya udara gunung yang baru saja meletus 2002 ini.
Tak tidur lama, kami segera bangun pukul 04.00 WIB untuk segera mengejar golden moment di Puncak Welirang, menunggu terbitnya surya di sana. Jalan pasir bebatuan kami tapaki, cukup terjal untuk pendaki pemula. Udaranya pun cukup dingin, menyegarkan kami yang tak sempat mandi selama dua hari.
Perasaan putus asa muncul lantaran belum juga sampai ke Puncak Welirang, sedangkan langit sudah terang, kami tetap melanjutkan hiking. Betapa beruntungnya karena matahari tak bangun begitu cepat. Dari ketinggian 2.229 dpl Puncak Welirang, golden moment pun tertangkap oleh kamera kami.
“It’s really beautiful. Kami seperti berada di tempat ini sendirian. Di Prancis, tidak ada tempat seperti ini, kalaupun ada amat kecil,” kesan Caroline dan Ambruce, turis asal Prancis, ketika sedang menikmati pemandangan yang sama.
(http://travel.okezone.com/read/2012/10/05/408/699632/orang-prancis-pun-menanti-surya-datang-dari-puncak-welirang)
