TfMlGpA0TSd6GUd6GSGlBUM9BY==

RS Swasta Keberatan Penetapan UMK Sumedang 2017


SUMEDANG, (PR).- PT Lingga Pakuwon Jaya yang mengelola Rumah Sakit Umum Pakuwon di Jalan Dewi Sartika Sumedang, keberatan dengan penetapan Upah Minimun Kabupaten (UMK) Kabupaten Sumedang tahun 2017 sebesar Rp 2.463.461,49 yang ditetapkan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.
Sebab, UMK sebesar itu berlaku untuk semua wilayah di Kabupaten Sumedang, baik wilayah zona industri maupun wilayah UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Zona industri mencakup wilayah Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Pamulihan dan Tanjungsari. Sementara UMKM, beberapa daerah di Kabupaten Sumedang wilayah timur, di luar empat kecamatan di zona industri.

Padahal, upah minimum Kabupaten Sumedang tahun 2016 termasuk tahun-tahun sebelumnya, selalu dua angka yang berbeda. UMK diterapkan untuk wilayah industri dan Upah Minimun Padat Karya (UMPK) untuk daerah di luar industri. UMK Tahun 2016 untuk zona industri Rp 2.275.715. Sedangkan UMPK Rp 1.443.925.

“Baru kali ini, upah minimum Kabupaten Sumedang tahun 2017 hanya ditetapkan satu angka, yakni UMK saja Rp 2.463.461. Berarti, UMK tahun depan berlaku untuk semua wilayah di Kabupaten Sumedang. Jadi, perusahaan kami yang berada di luar zona industri, pemberian gaji karyawan tahun depan harus disamakan dengan UMK di zona industri. Ini jelas sangat tidak adil dan memberatkan. Kami heran, baru kali ini upah minimum di Kab. Sumedang hanya satu angka. Padahal, tahun-tahun sebelumnya selalu dua angka dengan UMPK. Penerapan UMPK ini, tak hanya Sumedang saja, melainkan juga Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta,” ujar Komisaris Utama PT Lingga Pakuwon Jaya (RSU Pakuwon), Noerony Hidayat di ruang kerjanya di RSU Pakuwon, Jalan Dewi Sartika Sumedang, Selasa, 20 Desember 2016.

Menurut dia, jika dibandingkan dengan nilai UMPK Kab. Sumedang tahun 2016 sebesar Rp 1.443,925, sehingga kenaikan UMK Kab. Sumedang tahun 2017 Rp 2.463.461 mencapai 70,61% atau kenaikannya senilai Rp 1.019.536,49. Selain kenaikannya sangat tinggi dan memberatkan, juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam PP tersebut, kenaikan rata-rata upah minimum tahun 2017 untuk wilayah Jawa Barat sebesar 8,25%.

“Dengan kenaikan UMK tersebut, tentunya sangat memberatkan bagi perusahaan yang berlokasi di Kab. Sumedang wilayah timur termasuk perusahaan kami. Kami harus menanggung kenaikan upah minimum yang begitu tinggi. Yang terpenting, penetapan UMK sebesar itu sangat tidak adil. Masa upah di Sumedang timur yang mayoritas pengusaha UKM, disamakan dengan wilayah industri di Jatinangor, Cimanggung dan Rancaekek, Kabupaten Bandung? Ini jelas sangat tidak adil,” kata Noerony menandaskan.

Selain ketidakadilan dari sisi zonasi, ucap dia, juga ketidakadilan dari sisi iklim usaha. Di satu sisi kenaikan upah minimunnya sangat tinggi dan memberatkan, di sisi lain tarif pelayanan pasien BPJS Kesehatan masih tetap atau tidak mengalami kenaikan. Diperparah lagi, pembayaran klaim pelayanan BPJS Kesehatan kepada RSU Pakuwon, kini tersendat-sendat. Yang biasanya dua minggu cair, kini sudah berbulan-bulan belum cair juga. Sementara biaya operasional rumah sakit setiap bulannya harus terpenuhi. Dari mulai pembayaran gaji karyawan, pembelian obat-batan, sarana dan alat kesehatan hingga kebutuhan lainnya.
“Kalau menjual barang, relatif mudah. Ketika upah karyawan naik, harga barangnya bisa dinaikan. Tapi pelayanan jasa seperti perusahaan kami ini, tidak bisa menaikan harga produksi. Tarif jasa pelayanan pasien BPJS sudah ditentukan pemerintah dan tidak mengalami kenaikan. Ini juga bentuk ketidakadilan,” katanya.
Lebih jauh Noerony menjelaskan, dengan kondisi tersebut, pihaknya akan meminta keadilan kepada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan untuk menetapkan UMPK tahun 2017 Kabupaten Sumedang wilayah timur sebesar Rp 1.563.048.81. UMPK sebesar itu, naik 8,25% dari UMPK tahun sebelumnya, sesuai PP 78 tahun 2015

“Saya akan membuat surat kepada gubernur untuk meminta keadilan terkait penetapan UMK ini. Dalam surat, kami akan memasukan data-data lengkap tentang ketidakadilan dalam penetapan UMK 2017. Suratnya akan ditembuskan kepada DPR RI dan DPRD Provinsi Jabar. Kalau surat kepada bupati dan DPRD Kabupaten Sumedang, sudah dikirimkan,” tuturnya.

Ia menambahkan, jika gubernur tetap memaksakan menerapkan UMK tahun 2017 tanpa mengeluarkan UMPK, dampaknya di RSU Pakuwon akan terjadi rasionalisasi karyawan. Bisa dengan merumahkan karyawan atau PHK besar-besaran hingga 50% karyawannya. Apalagi jumlah karyawannya paling banyak mencapai 350 orang Bukan mustahil, dampaknya terjadi penutupan perusahaan. Terlebih RSU Pakuwon, merupakan perusahaan padat karya, modal dan teknologi.


“Kondisi yang sama akan terjadi di perusahaan lainnya di Sumedang wilayah timur. Namun, dibanding perusahaan lainnya, perusahaan kami lah yang menerap tenaga kerja paling banyak,” tuturnya.


sumber : www.pikiran-rakyat.com

Type above and press Enter to search.