JAKARTA - Masalah narkoba yang semakin hari dirasakan
semakin gawat dan telah menimbulkan keprihatinan dari berbagai kalangan, Sugeng
Sarjadi Syndicate, (SSS) merasa terpanggil untuk mengangkat tema tentang bahaya
narkoba dalam program dialognya yang ditayangkan stasiun televisi milik
pemerintah TVRI, dengan narasumber Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen
Pol. Anang Iskandar, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Wahyu Muryadi dan Pakar
Sosiologi UI, Dr. Tamrin A. Tomagola.
Ketiga narasumber tersebut sepakat bahwa tahun 2013
merupakan tahun darurat narkoba di Indonesia, mengingat dari tahun ke tahun
angka penyalahguna narkoba terus mengalami peningkatan, bahkan diprediksi tahun
2013 penyalahguna narkoba di Indonesia akan mencapai 4.583 jiwa, meningkat
dibandingkan tahun 2012 sebesar 4.323 jiwa.
Kepala BNN Komjen Pol. Anang Iskandar, dalam kesempatan
tersebut menjelaskan, masalah narkoba sudah menjadi masalah dunia. Meskipun Indonesia juga urun dalam perdagangan narkoba,
yaitu ganja dari Aceh, tapi sumbernya sendiri bukan dari Indonesia,
yaitu dari Afganistan untuk jenis opium. Untuk jenis lain ada dari India dan yang paling banyak dari Iran, “Narkoba masuk ke Indonesia, karena para sindikat narkoba melihat
bahwa Indonesia
merupakan pasar yang enak. Karena orang Indonesia menganggap bahwa narkoba
itu tidak berbahaya, tapi bisa menambah kekuatan tubuh atau obat. Anggapan
masyarakat ini sangat keliru dan harus dibalik,” kata Anang.
Menurut Anang, masalah narkoba ini juga identik dengan
masalah bisnis. Mereka punya cara-cara yang canggih untuk memasarkannya, karena
ini bisnis besar, “UNODC, organisasi yang menangani masalah narkoba dunia, pada
tahun 2008 merilis hasil penelitiannya, bahwa dari bisnis narkoba itu keuntungannya
mencapai Rp 300 triliun lebih. Ini tentunya menjadi power yang besar untuk bisa
menghindar dari masalah hukum. Ini bagian yang perlu kita cermati,” ujar Anang.
Di Indonesia dengan prevalensi penyalahguna narkoba yang
mencapai 4 juta lebih, kerugiannya ditaksir sekitar Rp 40 triliun. Kalau kita
ingin merehabilitasi para pecandu narkoba diperlukan dana yang sangat besar.
Masalahnya besar dan pelik, karena menyangkut bisnis dan uang besar, “Ini perlu
warning bagi kita semua, dan kita harus membalik paradigma di masyarakat yang
menganggap bahwa narkoba itu dapat menyehatkan. Tapi ini sampah yang bisa
merusak tubuh kita dan bisa menjadi ketergantungan secara terus menerus.
Dibalik itu ada bisnis besar yang mempengaruhi pengambil kebijakan. Ini yang
perlu kita semua cermati sebagai warning,” tandas Anang.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, Wahyu Muryadi
mengungkapkan, ada dua hal yang perlu kita perhatikan khusus mengenai masalah
narkoba, yaitu satu, bagaimana kita melakukan sosialisasi program penyembuhan
secara maksimal terhadap pecandu narkoba yang angkanya terus meningkat setiap
tahun. Kedua, menghentikan hulunya yang disebut dengan sumber atau
bandar-bandar yang sampai sekarang belum tersentuh oleh hukum kita.
“Saya setuju kalau tahun ini dicanangkan sebagai tahun
darurat narkoba di Indonesia.
Karena sudah sangat seriusnya. Kalau kita lihat dari jumlah pecandu narkoba di
tanah air yang angkanya terus naik. Jika kita tidak bisa menangani para pecandu
dengan seksama, ini akan menjadi problem yang serius bagi bangsa Indonesia,”
ujar Wahyu.
Sedangkan Pakar Sosiologi Universitas Indonesia, Dr. Tamrin
A. Tomagola, merasa prihatin dengan maraknya penyalahguna narkoba di Indonesia,
“Kalau membahas masalah narkoba saya agak prihatin, karena di kota saya yang
ada di ujung Indonesia, Ternate, pengguna narkoba itu sudah sampai pada anak
SD. Di Ternate pengguna narkoba cukup besar dan didominasi oleh anak usia SD.
Ini sangat gawat. Narkoba masuk ke mereka lewat kelompoknya, kemudian menyebar
dan menjadi marak,” kata Tamrin.
Menurutnya, penyalahguna narkoba saat ini tidak hanya
didominasi oleh orang-orang gedongan, atau orang kaya saja, tapi orang-orang di
daerah kumuh juga banyak yang pake, “Jadi saya setuju bahwa tahun 2013 adalah
tahun darurat narkoba di Indonesia,”
tandasnya. (pas)